ACCOUNT OFFICER DAN FUNDING OFFICER NON MUSLIM : UPAYA PENGEMBANGAN PASAR PERBANKAN SYARIAH DI DAERAH MAYORITAS NON MUSLIM

office-people-sized-copy

ACCOUNT OFFICER DAN FUNDING OFFICER NON MUSLIM : UPAYA PENGEMBANGAN PASAR PERBANKAN SYARIAH DI DAERAH MAYORITAS NON MUSLIM

(Oleh : Agung Maulana sebagai Koordinator Divisi Riset)

Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terbentang dari Sabang hingga Merauke. Wilayah Indonesia yang luas ini memiliki beragam suku,agama, ras, maupun golongan. Di Indonesia, terdapat enam agama yang diakui pemerintah sebagai agama yang sah (legal) yang dianut oleh warga negara Indonesia (Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu). Umat muslim di Indonesia mendominasi dengan jumlah penganutnya 207.176.162 atau 90% dari total seluruh penduduk di Indonesia.[1]

Yang menarik, terdapat beberapa provinsi yang justru didominasi oleh umat non muslim di Indonesia. Beberapa provinsi itu diantaranya adalah provinsi Nusa Tenggara Timur, Bali, Sulawesi Utara, papua, dan Papua Barat. Masing-masing provinsi tersebut dihuni oleh 50% lebih penduduk non muslim. Jumlah non muslim di Nusa Tenggara timur sebesar 4,1 juta jiwa atau 89% dari total jumlah penduduk. Bali memiliki total penduduk non muslim sebesar 3,2 juta jiwa atau 89% dari total jumlah penduduk. Sulawesi Utara tidak mau kalah, jumlah penduduk non muslim di provinsi ini berjumlah 1,6 juta jiwa atau 68% dari total jumlah penduduk, sedangkan Papua dan Papua Barat masing-masing sebesar 2,4 juta jiwa atau 83% dan 61% atau 0,5 juta jiwa dari total jumlah penduduk di masing-masing provinsi tersebut.[2]

Berbagai data dan fakta di atas menjadi sebuah tantangan untuk perbankan syariah di Indonesia. Bagaimana bank syariah dapat meyakinkan masyarakat Indonesia yang multi etnis serta multi agama ini untuk dapat menikmati jasa serta produknya yang notabene konsep dan sistem operasionalnya didasari oleh Al-qur’an dan Hadist yang merupakan sumber hukum dari ajaran agama Islam.

Sebenarnya pertumbuhan bank syariah di berbagai daerah yang mayoritas penduduknya non muslim sudah cukup baik.Keberadaan perbankan syariah di Bali, manfaatnya paling besar dirasakan oleh nasabah non muslim. Hal itu, menurut Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali, Zulmi, terlihat dari komposisi pembiayaan sebesar 55% dirasakan nasabah non muslim dan hanya 45% nasabah beragama Islam. Di Baliterdapat sembilan Kantor Cabang Bank Umum Syariah (BUS), dengan total asset sebesar Rp 1,4 triliun. Dana Pihak Ketiga (DPK) yang disimpan di perbankan syariah mencapai Rp 733 milyar dan pembiayaan Rp 1,4 triliun. Dibandingkan dengan 2012, angka itu meningkat 57,6% untuk asset, 30,19% untuk DPK dan 58,6% untuk pembiayaan.[3]

Disisi lain, penolakan keras terhadap perbankan syariah dari kalangan non muslim juga marak terjadi di Indonesia. Salah satu contoh kasus yang masih segara dalam ingatan adalah bagaimana 200 lebih mahasiswa dan pemuda yang tergabung dalam Aliansi Hindu Muda Bali, melakukan aksi demo menghentikan pendirian bank syariah di Bali. Aksi demo digelar di depan kantor Bank Indonesia Perwakilan Bali di Denpasar. Ketua Aliansi Hindu Muda Bali yang menjadi kordinator aksi demo, Ni Putu Noviyanti dalam orasinya mengatakan masyarakat Bali hanya mendukung ekonomi nasional yang berasaskan Pancasila.[4]

Banyaknya pandangan yang muncul di kalangan masyarakat bahwa bank syariah merupakan lembaga keuangan yang eksklusif hanya untuk umat muslim juga menambah keruh pandangan masyarakat terhadap bank syariah.Padahal, Bank syariah yang menggunakan istilah “syariah” tidak identik dengan istilah “syariat” yang sering dikonotasikan dengan penegakan negara Islam Indonesia dan atau piagam Jakarta yang muncul di sekitar berdirinya republik ini (Rahardjo, 2003). Kehadiran bank syariah dalam sistem perbankan nasional semestinya dilihat dalam perspektif kepentingan nasional yang dapat berkontribusi dalam pembangunan negara.

Bank syariah di negeri ini telah hadir secara gradual dan demokratis tanpa melalui paksaan dan ancaman. Kehadirannya pula tidak memberikan ancaman terhadap kepentingan nasional (Ali Rama, 2014).[5]

Berangkat dari permasalahan pro kontra berdirinya bank syariah di wilayah yang mayoritas non muslim seperti di atas, perlu adanya suatu kebijakan baik dalam hal sosialisasi maupun promosi oleh perbankan syariah. Sosialisasi serta promosi ini diharapkan dapat menyentuh hati, pandangan, serta preferensi masyarakat khususnya umat non muslim terhadap bank syariah, sehingga dapat merubah pandangan mereka terhadap perbankan syariah.

Salah satu caranya adalah dengan mengoptimalkan peran praktisi non muslim di bank syariah. Di Indonesia, banyak juga praktisi maupun ahli perbankan yang non muslim. Salah satu contohnya adalah Bank Permata Syariah yang terus melakukan rekruitmen untuk mendapatkan sumber daya non muslim.[6] Masyarakat yang menolak seharusnya tidak perlu khawatir dengan keuangan syariah. Kurangnya sosialisasi bisa jadi membuat isu-isu negatif muncul di tengah masyarakat. Praktisi perbankan syariah perlu melakukan sosialisasi yang berkelanjutan untuk member pemahaman kepada masyarakat tentang keuangan syariah.

Pertanyaannya adalah posisi apa yang tepat untuk diisi oleh umat non mulsim? Sehingga non muslim sebagai sumber daya di perbankan syariah dapat maksimalkan keberadaanya. Apa manfaat dari kehadiran sumber daya non muslim di bank syariah?. Pertanyaan tersebut perlu dijawab guna merumuskan konsep kebijakan bank yang kemudian dapat merubah pandangan serta respon umat non muslim dari yang sebelumnya berpandangan negatif dan apatis menjadi positif dan ingin menggunakan jasa perbankan syariah. Di Bali, sebenarnya sudah ada kepala cabang bank syariah yang non muslim,[7]namun hal ini belum diketahui oleh banyak warga Bali. Hal ini mengingat kepala cabang yang ruang lingkup kerjanya tidak sampai kepada melayani warga sebagai calon nasabah. Maka dari itu dibutuhkan posisi strategis dimana posisi ini bisa intens berinteraksi dengan calon nasabah non muslim untuk promosi serta sosialisasi bank syariah.

Belajar dari penelitian yang dilakukan oleh Harvis Akbar dan Haroni Doli H.Ritonga yang berjudul Persepsi Etnis China Terhadap Perbankan Syariah di Kota Medan dengan menggunakan tiga variabel yaitu variabel persepsi, pelayanan, serta promosi dan bukti fisik.[8] Penelitian tersebut menunjukkan bahwa masyarakat etnis China tidak mengetahui seluk beluk perbankan syariah sehingga menghasilkan persepsi yang kurang memuaskan terhadap perbankan syariah. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan variabel persepsi pada penelitian tersebut.

Responden etnis China masih tidak mengetahui bahwa Bank Syariah tidak hanya mempioritaskan kalangan Muslim, hal ini terlihat hanya 51,67% yang setuju bahwa bank syariah hanya untuk umat muslim, sedangkan 36,67% menyatakan netral (ragu-ragu) dan sisanya 11,66% menyatakan tidak setuju. Pada pernyataan selanjutnya, responden yang sangat setuju dan setuju bahwa bank syariah merupakan bank yang mendapatkan kepercayaan yang tinggi dari masyarakat sebesar 40,00%, sedangkan 48,33% menyatakan netral (ragu-ragu), 10,00% menyatakan tidak setuju dan sisanya 16,67% menyatakan sangat tidak setuju.

Pada variabel promosi dan bukti fisik, penelitian tersebut menunjukkan bahwa responden yang sangat setuju dan setuju bahwa promosi yang dilakukan di media iklan dan mall-mall sangat menarik hanya sebesar 48,34%, sedangkan 21,67% menyatakan netral (ragu-ragu), 28,33% menyatakan tidak setuju dan sisanya 1,66% menyatakan sangat tidak setuju. Uraian pernyataan berikutnya, responden yang menyatakan sangat setuju dan setuju bahwa keberadaan bank-bank syariah yang tersebar dan berada di lingkungan yang strategis hanya sebesar 40,00%, sedangkan 26,67% menyatakan netral (ragu-ragu), 30,00% menyatakan tidak setuju dan sisanya 3,33% menyatakan sangat tidak setuju.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ternyata bank syariah menurut kelompok etnis china di Medan masih bersifat eksklusif hanya untuk umat Islam. Promosi yang dilakukan melalui media iklan serta mall-mall juga belum cukup untuk menarik minat kaum etnis china di Medan. Selain itu, banyaknya jumlah kantor cabang bank syariah dalam pandangan etnis china non muslim juga kurang memadai di Medan. Kedua kebijakan tersebut akhirnya membentuk persepsi kurang memuaskan dari etnis china non muslim terhadap bank syariah. Padahal, Masyarakat etnis China sangat berpengaruh terhadap perkembangan bisnis di kota Medan.

Disinilah letak krusial dari Account Offcier dan funding officer. Kedua posisi ini merupakan ujung tombak dalam suatu lembaga keuangan dalam menjalankan operasional usahanya. Sebagai lembaga intermediasi, bank membutuhkan pihak yang memiliki kelebihan dana dan pihak yang membutuhkan pembiayaan sehingga operasional perusahaanya berjalan lancar. Account Officer (AO) adalah yang bertugas sejak mencari nasabah yang layak sesuai kriteria peraturan Bank, menilai, mengevaluasi, dan mengusulkan besarnya kredit yang diberikan.[9] Sedangkan Funding officer perannya tak kalah krusial dengan mencari pihak yang kelebihan dana untuk dibujuk agar mau menyimpan uangnya di bank. Kedua posisi krusial ini selalu intens berinteraksi baik dengan masyarakat calon nasabah yang kelebihan dana, maupun calon nasabah dan yang sudah menjadi nasabah pembiayaan.

Account Officer dan Funding Officer merupakan posisi tepat untuk sumber daya non muslim di bank syariah khususnya bank syariah yang berada pada kawasan mayoritas non muslim. Bank syariah khususnya di wilayah mayoritas non muslim dapat menyediakan kuota bagi non muslim yang bersedia untuk menjadi Account Officer dan Funding Officer di bank syariah. Account Officer dan Funding Officer non muslim dapat difokuskan untuk membidik pengusaha serta nasabah non muslim yang kelebihan dana, khususnya di wilayah yang mayoritas non muslim.

Account Officer non muslim yang disiapkan untuk membidik pasar non muslim adalah mereka yang sudah diuji dan diberikan pelatihan oleh bank syariah. seperti halnya Account Officer muslim pada umumnya, Account Officer non mulsim juga wajib memiliki beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang Account Officer yaitu:[10]

  • Sales and marketing skill
  • Mengerti berbagai produk pembiayaan
  • Kemampuan untuk menganalis laporan keuangan
  • Kemampuan untuk mengetahui tentang sumber informasi yang tersedia
  • Restrukturisasi pembiayaan dan kemampuan personal

Selain kompetensi dasar yang wajib dimiliki oleh seorang Account Officer, Account Officer non muslim juga perlu dibekali dengan pengetahuan tentang ekonomi Islam sebagai ekonomi yang beretika. Pembekalan yang dimaksud bukan berarti memberikan doktrin-doktrin ajaran Islam Islam termasuk ekonomi Islam. Namun yang lebih ditekankan disini adalah lebih kepada nilai-nilai etika dan moral dalam berekonomi yang terdapat pada Islam atau bahkan juga terdapat pada ajaran agama lainnya. Salah satu pengetahuan penting sebagai bekalnya adalah mengenai pelarangan riba yang telah diharamkan oleh semua agama yang ada di dunia ini. Melalui pembekalan ini, Account Officer dan Funding Officer non muslim dapat menjadikan pengetahuan ini sebagai senjata untuk lebih meyakinkan non muslim agar menggunakan jasa perbankan syariah.

Pentingnya keberadaan Account Officer dan Funding Officer non muslim dapat dilihat dari bagaimana kedua posisi penting yang diisi karyawan non muslim ini melaksanakan tugasnya. Di suatu sisi, Account Officer dan Funding Officer non muslim dapat melakukan tugas pokok seperti Account Officer dan Funding Officer muslim pada umumnya, yaitu menyempurnakan program promosi serta sosialisasi produk perbankan dengan terjun secara langsung memasarkan produk dan mencari calon nasabah baik itu nasabah yang memiliki kelebihan dana maupun calon nasabah pembiayaan. Tetapi di sisi lain, tambahan personil Account Officer dan Funding Officer non muslim di bank syariah dapat memberikan dampak psikologis bagi calon nasabah non muslim. Ini terjadi karena dalam proses memprospek calon debitur, selain memberikan penjelasan perihal keunggulan produk bank syariah, pertumbuhan bank syariah, baiknya pelayanan bank syariahataupun persyaratan dan ketentuan kredit kepada nasabah non muslim dengan baik, Account officer non muslim juga dapat membuktikan dan menjelaskan kepada calon nasabah non muslim bahwasannya bank syariah merupakan bank yang bersifat universal dan rahmatan lil’alamin. Bank syariah tidak membedakan agama, ras, suku bangsa dan bukan pula sebagai alat proses islamisasi. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan dirinya sendiri yang diterima dengan baik sebagai karyawan bank syariah tanpa mengusik keyakinan dengan doktrin-doktrin Islam yang bertujuan supaya karyawannya memeluk agama Islam.

Melalui Account dan Funding Officer non muslim yang memiliki kompetensi yang baik bank syariah mendapatkan dua keuntungan. Pertama, bank syariah tidak hanya dapat memasarkan produk bank syariah dengan baik kepada nasabah non muslim. Kedua, dapat membentuk pandangan positif umat non muslim terhadap bank syariah. Citra bank syariah yang selalu dianggap sebagai lembaga keuangan eksklusif hanya untuk umat muslim diharapkan dapat berubah menjadi lembaga keuangan yang inklusif untuk seluruh manusia. Jika keberadaan Account dan Funding Officer non muslim ini dapat dipertahankan, temuan yang terjadi di kalangan etnis china non muslim yang masih menganggap eksklusif bank syariah, serta kurangnya promosi dan sosialisasi bank syariah kepada mereka tidak akan terjadi kembali.

Account Officer dan Funding Officer non muslim juga dapat menjadi suatu strategi bank syariah untuk menggarap pasar rasional dan nonmuslim, sambil tetap memberikan perhatian kepada umat muslim sebagai pasar spiritual yang utama, sehingga dapat meningkatkan pembiayaan kepada nasabah serta kinerja perbankan dalam memberikan pelayanan kepada para nasabahnya.Peningkatan pembiayaan bank syariah khususnya di wilayah yang mayoritas penduduknya non muslim akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan wilayah tersebut. Mengingat bank syariah fokus untuk mengembangan ekonomi sektor rill setiap daerah di Indonesia. Semua pertumbuhan tersebut pada akhirnya akan membuka mata masyarakat yang beranggapan bahwa bank syariah sebagai alat Islamisasi umat muslim seperti yang terjadi di Bali, menjadi pandangan yang penuh harapan bahwa sesungguhnya bank syariah merupakan instrument yang membantu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan bangsa Indonesia.

Daftar Pustaka

[1]Badan Pusat Statistik, Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut. Sensus Penduduk tahun 2010

[2]ibid

[3]Diakses melalui http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/14/08/26/nax9ys-perlu-praktisi-nonmuslim-untuk-sosialisasi-perbankan-syariah

[4]Diakses melalui http://www.kaltimpost.co.id/berita/detail/97007-bank-syariah-ditolak-di-bali-namun-aset-tetap-tumbuh.html

[5] Ali Rama M.Ec.Ironi ‘Penolakan’ Bank Syariah. Dosen fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Diakses melalui http://www.republika.co.id/berita/koran/opini-koran/14/08/22/napjqe-ironi-penolakan-bank-syariah

[6] Diakses melalui http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/14/08/26/nax9ys-perlu-praktisi-nonmuslim-untuk-sosialisasi-perbankan-syariah

[7]Diakses melalui http://www.kaltimpost.co.id/berita/detail/97007-bank-syariah-ditolak-di-bali-namun-aset-tetap-tumbuh.html

[8]Harvis Akbar, Haroni Doli H.Ritonga. Persepsi Etnis China Terhadap Perbankan Syariah di Kota Medan. Jurnal Ekonomi dan Keuangan, Vol.1, No.2, januari 2013

[9]edratna. “Account Officer Bank, Ujung Tombak untuk Membangun Sektor Rill”. artikel diakses pada 15 oktober 2014dari http://edratna.wordpress.com/2007/06/04/account-officer-bank-ujung-tombak-untuk-membangun-sekto-riil/

[10]Jopie Jusuf, Panduan Dasar Untuk Account officer. (Yogyakarta: Akademi manajemen perusahaan YKPN, 1997), h. 10-12

Leave a comment